Kamis, 21 Juni 2007

Amerika Serikat akan Membagi Palestina

Negara-negara Barat terang-terangan membala kelompok Fatah. Amerika Serikat (AS) bahkan dikabarkan akan segera membagi wilayah Palestina

Hidayatullah.com-Ketidaksungguhan Amerika dalam menjaga perdamaian dunia mulai nampak terang-terangan. Seperti disampaikan mantan presiden AS, Jimmy Carter Selasa (19/6), Washington akan mendukung kelompok Fatah dan mengesampingkan Hamas. Tak sekedar itu, seolah sebagai pemilik wilayah Timur-Tengah, Washington, tiba-tiba dikabarkan akan bermaksud untuk membagi Palestina.

Selain Amerika, Uni Eropa, hari Senin kemarin juga berjanji untuk mencabut embargo yang telah berusia 15 bulan terhadap Palestina yang dijatuhkan Hamas menang dalam pemilihan umum.

Menurut Carter, dalam kunjungan ke Dublin, AS dan Israel telah dukungan penuh pada kelompok Fatah. “Belakangan ini, AS memberi bantuan militer pada Fatah untuk menaklukkan Hamas di Gaza,” Carter mengatakan pada wartawan setelah berpidato di satu forum hak asasi manusia di Dublin.

Sementara itu, Perdana Menteri yang diberhentikan, Ismail Haniyah, menganggap koalisi persatuan yang berusia tiga bulan, yang mana ia adalah perdana menteri, sebagai pemerintah Palestina yang sah, dan menuduh Abbas ikut serta dalam rencana AS untuk menggulingkannya.

Fatah menolak tawaran Hamas untuk “dialog” dan melarang semua kontak dengan kelompok itu.

Para pejabat Israel dan Barat mengatakan Israel merencanakan untuk memperketat pengawasan keuangan di Jalur Gaza yang diperintah-Hamas yang dapat memutus semuanya kecuali pasokan dasar dan kemanusiaan.

Carter, yang memerantarai perjanjian Camp David antara Israel dan Mesir 1978, mengatakan langkah untuk memberi bantuan Palestina di Tepi Barat adalah upaya untuk “menghadiahi mereka”, sementara meneruskan untuk “menghukum” 1,5 juta warga Palestina yang bergantung pada bantuan di Gaza.

“Upaya itu untuk membagi Palestina menjadi dua rakyat sekarang, saya pikir ini langkah di arah yang salah,” kata Carter.

“Tidak ada upaya dilakukan pihak luar untuk membawa kedua (kelompok) itu bersama-sama.”

Carter, yang adalah presiden 1977-1981 dan menerima hadiah Nobel Perdamaian pada 2002 karena kerja amalnya, sangat kritis terhadap kebijakan Timur Tengah Bush. Pada Mei ia melukiskan kepresidenan Bush sebagai “yang terburuk dalam sejarah”.

Carter mengatakan pada wartawan bahwa kamp tahanan yang dijalankan-AS, seperti Guantanamo Bay di Kuba, dan undang-undang anti-terorisme AS, tak dapat diterima bahkan segera sesudah serangan 11 September 2001.

“Permulaan kebiasaan dalam hak asasi manusia samasekali bertentangan dengan semua pendahulunya di Gedung Putih,” katanya.

“Alasannya tidak cukup dengan buntut 9/11 bahwa ancaman terorisme sangat besar bahwa kita dapat melepaskan prinsip dasar Amerika kita mengenai hak asasi manusia,” katanya. “Saya benar-benar tidak setuju dengan itu.”

Dukungan Israel

Sementara itu, Presiden AS George W. Buss dan PM Israel Ehud Olmert mulai bertemu di Washington dan berjanji untuk bekerja bersama untuk memperkuat posisi Abbas melawan gerakan Islam Hamas.

Dukungan Israel pada Fatah terlihat saat kemarin militer Israel telah memulai melancarkan serangan udara dan darat untuk kali pertama ke wilayah Jalur Gaza. Akibat serangan tersebut, banyak warga Gaza yang terjebak di perbatasan Jalur Gaza–Israel.

Tank-tank, buldoser, dan tentara Israel mulai mendekati wilayah Jalur Gaza dan hanya berjarak 600 meter dari perbatasan. Pejuang Hamas dan milisi lain merespons dengan menembak pasukan Israel yang makin mendekati perbatasan tersebut. Akibatnya,terjadi baku tembak antara pasukan darat Israel dengan pejuang Palestina. Bentrok sejauh ini menewaskan empat pejuang di Jalur Gaza.

Masalah Palestina akan kembali menjadi ’benang kusut”, terutama setelah Amerika dan sekutunya tidak secara sungguh-sungguh menjaga perdamaian dunia. Dukungan Amerika dan Israel ke salah satu faksi sekuler Palestina ini membuktikan itu. [www.hidayatullah.com]

Tidak ada komentar: