Minggu, 27 Mei 2007

Pembantaian Baru Israel dan Hilangnya Nurani Dunia

Jelas bahwa nurani dunia sedang libur panjang. Atau bahkan mungkin sedang di terpenjara di tahanan Guantanamo Amerika bersama mereka yang ditahan sejak beberapa tahun lalu tanpa proses hukum. Tidak adanya pencegahan (upaya preventif), penegakan hukum, pemerkaraan dan penerapan sanksi semakin memperbanyak kesempatan terjadinya tidak kejahatan dan kriminal, juga memperluas area bagi para penjahat untuk melakukan kejahatannya dan berdalil atas tindakannya yang anti kemanusiaan dan nilai-nilai kehidupan.


Kelambatan “penegak hukum dan legalitas internasional” melakukan aktifasi dan pelaksanaan undang-undang menjadi semacam dukungan dan support untuk membuka kesenangan para penjahat, sekaligus menjadi dukungan dan support untuk menyebarkan budaya darah, pembunuhan dan pelecehan terhadap semua perangkat perdamaian dan keamanan bagi semua pihak. Kelambatan ini tidak muncul kecuali pada saat negara penjajah Israel adalah pihak yang harus diberi sanksi dan dihukum. Tidak ada aktifasi dan pelaksanaan undang-undang dan hukum internasional kecuali pada saat ada kemaslahatan bagi proyek Zionis. Termasuk penggunaan pasal VII secara permanent. Pasal ini selalu tidak ada dalam resolusi-resolusi internasional (yang dijatuhkan pada Israel). Israel adalah pihak yang mengambil untung dengan menjauhkan pasal ini dari setiap hal yang berhubungan dengan upaya melemahkan dan menghinakan Arab dan kaum muslimin, serta semua yang memiliki hubungan dengan penghapusan dan pemberangusan hak-hak Arab, pemalsuan realita, sejarah dan geografi Arab. Lenyapnya pasal ini menjadi kesempatan (Israel) untuk mengembangkan cara-cara kejahatan dan agresi terhadap masyarakat-masyarakat sipil dan hak-hak orang lain, utamanya hak asasi manusia yang dijamin oleh piagam dan konvensi PBB.

Dalam kaitan ini, mungkin bisa disebutkan model pembantaian oleh Israel yang terus meningkat dan tersebar di sepanjang wilayah geografi Palestina. Contoh kongkritnya adalah gambaran yang terjadi di Jalur Gaza, wilayah yang diubah penjajah Israel menjadi penjara besar. Itu dilakukan dengan bekerjasama dengan dunia internasional. Di tengah-tengah sikap diam dunia dan tanpa ada gerakan apapun dari PBB. Meskipun hanya sekadar meneriakan suara keras. Walaupun hanya dengan mengingatkan musuh kemanusiaan yang diwakili entitas Zionis dan sekutu strategisnya Amerika serikat, bahwa di sana ada hukum internasional. Bahwa di sana ada konvensi Jenewa IV tahun 1949, khususnya materi pertama yang mengharuskan pihak-pihak yang saling berjaji agar menghormati perjanjian ini dan menjamin pernghormatannya pada semua kondisi dan komitmennya. Hal ini tertuang pada materi 1946 dari konvensi Jenewa dengan mengenakan tuduhan melakukan pelanggaran berat terhadap konvensi tersebut. Perlu diketahui bahwa pelanggaran Israel ini merupakan kejahatan perang berdasarkan meteri nomer 147 dari konvensi Jenewa IV yang melindungi warga sipil, juga berdasarkan protokol tambahan pertama konvensi Jenewa.

Dikarekan Israel berada di atas hukum dan kesepakatan-kesepakatan yang ada, karena mendapatkan perlindungan Amerika atas semua kejahatan yang dilakukan hingga sampai menggunakan hak veto untuk menggagalkan sekadar kecaman terhadap Israel, negara yang tidak mahir kecuali dengan bahasa darah dan pembunuhan, maka bagaimana mungkin dengan penerapan sanksi? Pembunuh anak-anak Palestina ini menambah daftar panjang kejahatannya dengan pembantaian baru (20/05, red.) dalam serangan pesawat-pesawat tempur buatan Amerika ke rumah tokoh politik gerakan Hamas dalam sebuah aksi kejahatan yang melanggar semua bentuk larangan dan melanggar segala aturan (hukum). Ini jelas kejahatan perang yang sudah seharusnya mendapatkan sanksi internasional, terlebih pesawat-pesawat ini menyerang keluarga yang dilindungi oleh hukum internasional. Atau memang karena sudah seharusnya, bahwa ketika tidak ada kekuatan apapun maka hukum hanya berlaku bagi kepentingan orang-orang yang melampaui batas dan pembunuh, serta pelanggar setiap nilai, konvensi dan legalitas PBB. Pembantaian baru ini mengungkapkan bahwa orang-orang Israel bukan saja tidak siap untuk melakukan perdamaian. Namun mereka memang benar-benar tidak menginginkannya. Bahwa pembicaraan mereka tentang perdamaian dan yang sejenisnya tidak lain kecuali untuk mengambil kesempatan dan membuang kesempatan bagi Arab dan Palestina. Tujuannya adalah mengambil lebih banyak lagi kesempatan untuk melakukan normalisasi dan mendapatkan orang-orang yang mau melakukan normalisasi secara gratis. Selain itu juga untuk mendapatkan dukungan lebih banyak lagi orang-orang yang berperang di pihaknya (Israel) baik perkataan maupun tindakan, bahkan berpartisipasi dalam melampangkan jalan bagi pembantaian baru serupa. Ali Thaimat

*) Harian Qatar al Wathan (25/05/2007)

Tidak ada komentar: